Halaman

Kamis, 29 November 2012

PERKAWINAN ANTAR AGAMA


Perkawinan Antar Agama
Berdasarkan Putusan MA RI No: 1400.K/PDT/1986 
tanggal 20 Januari 1989.


Bahwa berdasarkan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan dilangsungkan berdasarkan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; (pasal 2)

Menurut PP No 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, menentukan:
Pencatatan perkawinan yang beragama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No 32 tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.

Perkawinan selain yang beragama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.

Bahwa ternyata, pada kenyataannya, di dalam masyarakat masih ada perkawinan yang terjadi antara orang-orang yang berbeda agama, atau disebut perkawinan antar agama (bukan perkawinan campuran sebagaimana diatur dalam pasal 57 s/d 62 UU No 1 tahun 1974);

Untuk melangsungkan perkawinan antar agama, banyak yang melakukan penyeludupan hukum atau melanggar hukum; Bahkan ada yang tidak mau tau dengan aturan hukum yang ada, sehingga bermasalah dalam perjalanan perkawinannya;

Untuk menghindari terjadinya masalah dikemudian hari, sebaiknya memang perkawinan dilakukan sesuai dengan hukum agama masing-masing (kalau masih di Indoensia), namun untuk mengatasi kekosongan hukum tentang adanya perkawinan antar agama di masyarakat Indonesia, Mahkamah Agung telah memberikan dasar hukum dengan dikeluarkannya putusan MA RI, yang telah menjadi jurisprudensi, yaitu putusan MA RI No 1400 K/PDT/1986 tanggal 20 Januari 1989:

Intinya adalah sebagai berikut:

- "Sekalipun Pemohon beragama Islam dan menurut  ketentuan pasal 63 ayat 1 huruf a UU No 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa apabila diperlukan campur tangan pengadilan, maka hal itu merupakan wewenang dari Pengadilan Agama, namun karena penolakan melaksanakan perkawinan didasarkan pada perbedaan agama, maka jelas dasar penolakan tersebut tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana diatur dalam pasal 8 UU No 1 tahun 1974, dan karena kasus aquo bukan merupakan kasus sebagaimana dimaksud oleh pasal 60 ayat 3 UU No 1 tahun 1974, maka sudahlah tepat apabila kasus aquo menjadi kewenangan Pengadilan Negeri dan bukan Pengadilan Agama. UU No 1 tahun 1974 tidak memuat sesuatu ketentuan apapun yang merupakan larangan perkawinan karena perbedaan agama, hal mana adalah sejalan pasal 27 UUD 1945 yang menentukan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, tercakup di dalamnya kesamaan hak azasi untuk kawin dengan sesama warga negara sekalipun berlainan Agama. Azas ini adalah sejalan dengan jiwa pasal 29 UUD 1945 tentang dijaminnya oleh negara kemerdekaan bagi setiap warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing.

- Dengan tidak diaturnya perkawinan antar Agama di dalam UU No 1 tahun 1974 dan di segi lain UU produk kolonial walaupun pengatur perkawinan antara orang-orang yang tunduk kepada hukum yang berlainan namun karena UU tersebut tidak mungkin dapat dipakai karena perbedaan prinsip maupun falsafah yang amat lebar antara UU No 1 tahun 1974, maka menghadapi kasus aquo terdapat kekosongan hukum.

- Disamping adanyan kekosongan hukum, juga dalam kenyataan hidup di Indonesia yang masyarakatnya bersifat pluralistik/heterogen tidak sedikit terjadi perkawinan antar agama, maka Mahkamah Agung RI berpendapat bahwa tidaklah dapat dibenarkan kalau karena kekosongan hukum maka kenyataan dan kebutuhan sosial seperti tersebut di atas dibiarkan tidak terpecahkan secara hukum, karena membiarkan masalah tersebut berlarut-larut pasti akan menimbulkan dampak negatif di segi kehidupan bermasyarakat maupun beragama berupa penyeludupan-penyeleudupan nilai-nilai sosial maupun agama dan atau hukum positif, maka Mahkamah Agung RI berpendapat haruslah ditemukan dan ditentukan hukumnya.

- Bahwa menurut pasal 2 ayat 1 dan 2 UU No 1 tahun 1974, pegawai pencatat untuk perkawinan menurut agama Islam adalah sebagaimana dimaksud dalam UU No 32 tahun 1954 tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, sedangkan bagi mereka yang beragama non-Islam adalah pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil. Dengan demikian bagi pemohon yang beragama Islam dan yang akan melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki beragama Kristen Protestan tidak mungkin melangsungkan perkawinan dihadapan pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagai satu-satunya kemungkinan, sebab diluar itu tidak ada kemungkinan lagi untuk melangsungkan perkawinan;

- Di dalam kasus ini, Pemohon yang beragama Islam telah mengajukan permohonan untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang beragama Kristen Protestan kepada Kantor Catatan Sipil di Jakarta, harus ditafsirkan bahwa Pemohon berkehendak untuk melangsungkan perkawinan yang mereka kehendaki.

- Dalam hal yang demikian, seharusnya Kantor Catatan Sipil sebagai satu-satunya instansi yang berwenang untk melangsungkan perkawinan yang kedua calon suami-istri tidak beragama Islam wajib menerima permohonan Pemohon". (Himpunan Kaidah Hukum Putusan Perkara Dalam Yurisprudensi MA RI tahun 1969 - 2008, MA RI 2010, halaman 104 - 107).

Bahwa berdasarkan jurisprudensi tersebut, maka perkawinan antar agama dapat dilakukan dengan mendaftarkan perkawinan tersebut di Kantor Catatan Sipil untuk melangsungkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil; (Salam, junawan.ompusunggu@gmail.com);



Minggu, 28 Oktober 2012

Jurisprudensi MA RI

1. Putusan MA RI No: 1194 K/Sip/1975 tanggal 14 Pebruari 1980; 
    Hak atas warisan tidak hilang akibat lampaunya waktu. (Hak untuk menggugat atas harta warisan masih
    terbuka dan tidak tunduk pada daluwarsa).

2. Putusan MA RI No: 542 K/Sip/1972 tanggal 15 September 1976.
    Dalam hal perkawinan tidak ada anak, maka harta warisan setengah bagian untuk janda dan yang     setengah bagian untuk keluarga suami atau seluruhnya dapat dinikmati janda selama hidupnya janda tersebut dan selama janda tersebut tidak kawin lagi.

3. Putusan MA RI No: 313 K/Sip/1976 tanggal 2 Nopember 1976.
    Dalam hal warisan, hukum yang hidup di Ambon adalah hukum Adat dan bukan hukum Islam.

4. Putusan MA RI No: 157 K/Sip/1975 tanggal 18 September 1976.
    Hak Penggugat untuk menggugat tanahnya yang sudah lama dikuasai oleh Tergugat tidak terkena daluwarsa. (Gugatan terhadap tanah yang dikuasai oleh orang lain meskipun sudah lama sekali, tidak terkena lewat waktu).

5. Putusan MA RI No: 476 K/Sip/1974 tanggal 14 Nopember 1974.
    Sita Jaminan (Conservatoir Beslaag) tidak dapat dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga.

6. Putusan MA RI No: 952 K/Sip/1974 tanggal 
    Jual beli adalah Sah apabila telah memenuhi syrat-syarat dalam KUHPerdata atau Hukum Adat, ic: jual beli dilakukan menurut hukum adat, secara riil dan kontan, dan diketahui oleh Kepala Kampung. Syarat-syarat dalam pasal 19 PP No 10 tahun 1961 tidak menyampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam KUHPerdata/Hukum Adat, melainkan hanya merupakan syarat bagi penjabat Agraria.

7. Putusan MA RI No: 810 K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1971.
    Ketentuan dalam pasal 7 ayat 1 PERPPU No 56 tahun 1960 yang menentukan "bahwa GADAI TANAH  PERTANIAN YANG TELAH BERLANGSUNG 7 TAHUN ATAU LEBIH HARUS DIKEMBALIKAN KEPADA PEMILIKNYA TANPA PEMBAYARAN" adalah BERSIFAT MEMAKSA dan TIDAK DAPAT DILUNAKKAN hanya karena telah diperjanjikan antara kedua belah pihak yang bersangkutan.







Minggu, 23 September 2012

KANTOR PENGACARA "JUNAWAN OMPUSUNGGU & PARTNERS" (J&P Law Office)

Kantor Pengacara "Junawan Ompusunggu & Partners"
J&P Law Officej
J&P Law Office adalah Kantor Pengacara dengan layanan Litigasi dan Non-Litigasi.
Area Layanan J&P Law Office adalah mencakup seluruh wilayah hukum Republik Indonesia.
Biaya Layanan J&P Law Office sangat terjangkau dan bersifat musyawarah atau negosiasi.
Advokat J&P Law Office adalah advokat atau pengacara yang berpengalaman 20 tahun lebih, dan profesional.

Alamat kami, 
EastSquare Business Center Lantai 1.
Jalan Pemuda No 65 - Jati Rawamangun - Jakarta Timur.  

Hubungi kami di : 0818 0888 7844. 
atau melalui e-mail:
e-mail address : junawanompu@gmail.com



Minggu, 01 Juli 2012

SEMA No 02 Tahun 2010 Tanggal 8 Maret 2010

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG
Nomor: 02 Tahun 2010, tgl 08 Maret 2010 
Tentang: Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan.

Dengan ditetapkannya UU No 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum, UU No 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan UU No 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka dalam rangka meningkatkan pelayanan Peradilan perlu diberikan petunjuk :
  1. Pengadilan WAJIB menyampaikan SALINAN PUTUSAN dalam jangka waktu PALING LAMBAT 14 (empat belas) HARI KERJA sejak putusan DIUCAPKAN, untuk Perkara Perdata kepada Para Pihak dan untuk perkara Pidana kepada Kejaksaan, Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara, Penyidik dan Terdakwa/Penasehat Hukumnya, kecuali untuk perkara cepat diselesaikan sesuai ketentuan KUHAP.
  2. PETIKAN PUTUSAN PIDANA harus diberikan kepada Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum segera sesaat setelah putusan diucapkan.
  3. Apabila Pengadilan tidak melaksanakan ketentuan tersebut di atas, Ketua Pengadilan dikenai SANKSI sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan (Pasal 52.A UU No 49 tahun 2009, Pasal 64.A UU No 50 tahun 2009, dan Pasal 116 UU No 51 tahun 2009).


Demikian untuk diperhatikan dan dilaksanakan.

Ketua Mahkamah Agung RI.

ttd,

DR Harifin A. Tumpa, SH, MH.

SEMA tersebut diatas ditujukan kepada:
1. Ketua Pengadilan Tingkat Banding;
2. Ketua Pengadilan Tingkat Pertama
di seluruh Indonesia.

Butuh Pengacara, hubungi kami di e-mail:
junawan.ompusunggu@gmail.com



Minggu, 10 Juni 2012

JURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG RI

YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG RI :

PERDATA:

1. Putusan MA RI No 2810 K/PDT/1989 tgl 20 April 1993;

Menurut hukum Indonesia Keppres No 59 tahun 1972 jo SK Direksi BI No 6/77/BI/DIR/Biro/74 serta Surat Edaran BI No: 7/3/UPPB tgl 21 Juni 1974, telah ditentukan bahwa setiap Pemberian Fasilitas Kredit oleh BANK ASING diluar negeri (Off Shore Loan) kepada Debitur Indonesia, maka ada kewajiban untuk mendaftarkan off shore loan tersebut kepada Pemerintah RI cq Bank Indonesia;

Walaupun kewajiban itu hanya bersifat administratif yang tidak membatalkan "Perjanjian Kredit itu sendiri" , namun bila kewajiban tersebut (mendaftarkan off shore loan tsb) tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah bahwa pemberian fasilitas kredit off shore loan tersebut menjadi belum mempunyai kekuatan hukum yang mengikat di Indonesia cq terhadap para Debitur Indonesia;

Konsekwensi Juridisnya, gugatan Kreditur Luar Negeri untuk menagih pembayaran hutangnya si Debitur, oleh Mahkamah Agung RI dinyatakan Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard);

2. Putusan MA RI No: 411 K/PDT/1991 tgl 26 September 1992;

Akta Pengakuan Hutang yang timbulnya berdasarkan atas adanya "Credit Agreement" yang ditandatangani hanya oleh Direktur Umum, namun sebelumnya telah mendapat persetujuan dari Presiden Direktur dan Komisaris PT (P), hal tersebut telah memenuhi persyaratan dalam pasal 12 ayat 2 jo pasal 27 AD PT (P) tersebut, sehingga adanya Akta Pengakuan Hutang berupa Groose Akta Otentik tersebut, telah membuktikan adanya Fakta bahwa PT (P) sebagai Badan Hukum telah mempunyai hutang kepada Kreditur, The Bank of (T). 
Oleh Karena Presiden Direktur PT (P) yaitu DJP secara pribadi serta PT KTB telah bertindak sebagai "Penjamin" dengan melepaskan haknya yang ditentukan dalam Undang-Undang, maka secara Yuridis, mereka bertiga: Para Tergugat: 1. PT (P), 2. DJP, dan 3. PT KTB, secara tanggung renteng berkewajiban membayar hutangnya PT (P) kepada Kreditur The Bank of (T); (Varia Peradilan XV No 180, Sep 2000).

3. Putusan MA RI No: 586 K/PDT/2000 tgl 23 Mei 2001;

Bilamana terdapat perbedaan luas dan batas-batas tanah sengketa dalam posita dan petitum, maka petitum tidak mendukung posita karena itu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima sebab tidak jelas dan kabur;

4. Putusan MA RI No: 1354 K/PDT/2000 tanggal 8 September 2003;

Suami istri yang telah pisah tempat tinggal selama 4 tahun dan tidak saling memperdulikan lagi sudah merupakan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga, dengan demikian sudah dapat dijadikan alasan untuk mengabulkan gugatan perceraian.

5. Putusan MA RI No: 698 PK/PDT/2001 tanggal 27 Februari 2003;

Secara Yuridis Tetanggung mempunyai kewajiban untuk memberitahukan keadaan yang sebenarnya dari Kapal yang akan diasuransikan, jika ternyata ada yang disembunyikan sewaktu Penutupan Polis Asuransi, maka Perjanjian Asuransi Batal Demi Hukum;

(Catatan Penulis: Maka.... hati-hati dalam menutup polis asuransi, pastikan data yg diberikan adalah benar, karena akan menjadi masalah ketika anda akan melakukan klaim nilai pertanggungan);

6. Putusan MA RI No: 252 K/PDT/2002 tanggal 11 Juni 2004;

Pemenang Lelang dinyatakan "tidak beritikad baik" dan "tidak mendapat perlindungan hukum" jika pemenang lelang ternyata adalah Kreditur sendiri yang membeli dengan harga jauh lebih rendah dari agunan;

Jual Beli Tanah jika tidak diikuti dengan penyerahan tanah dan uang penjualan dipakai untuk membayar hutang kepada pembeli selisihnya sangat besar, jumlah tersebut direkayasa dan dinyatakan cacad hukum;

7. Putusan MA RI No: 1506 K/PDT/2002 tanggal 23 September 2004;

Purcahse Order (PO) yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak yang mengikatkan diri merupakan kesepakatan sehingga berlaku sebagai Undang-undang yang mengikat kedua belah pihak;

8. Putusan M RI No: 3574 K/PDT/2000 tanggal 5 September 2002;

Tanggungjawab ahli waris terhadap hutang si Pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalan (Pasal 175 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam);

Terhadap harta bawaan dari istri tidak dapat disita sebagai jaminan atas hutang almarhum suaminya sebab bukan merupakan harta peninggalan almarhum suaminya;

9. Putusan MA RI No: 1974 K/PDT/2001 tanggal 29 September 2003;

Peralihan hak atas tanah dinyatakan cacad hukum karena pemalsuan tanda tangan sehingga Batal Demi Hukum Jual Beli Tanah harus dibuktikan melalui pemeriksaan dari Laboratorium Kriminologi ata ada putusan pidana yang menyatakan tanda tangan dipalsukan;

10. Putusan MA RI No: 2691 K/PDT/1996 tanggal 18 September 1998;

Perjanjian Permulaan yaitu perjanjian lisan yang masih harus ditindak lanjuti oleh pihak-pihak di depan Notaris, tidak memiliki akibat hukum bagi para pihak; Pasal 36 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;

Dalam ketentuan pasal 36 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; 
Karena Perjanjian Permulaan (Voorovereenkomst) belum mendapat persetujuan suami / istri, maka perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum;

11. Putusan MA RI No: 792 K/PDT/2002 tanggal 3 Januari 2003;

Perjanjian Perdamaian yang disepakati oleh Kedua Belah Pihak, tanpa ada paksaan dan para pihak cakap untuk membuat perjanjian, meski salah satu pihak dalam status penahan, perjanjian tersebut adalah SAH;

12. Putusan MA RI No: 753 K/PDT/2000 tanggal 15 Agustus 2002;

Pemberian Sawah oleh Ayah dan Ibu kepada anaknya Perempuan yang baru kawin sebagai Bekal Hidupnya yang disaksikan oleh Pengetua Adat, Pemberian tersebut (Iddahan Arian) dibenarkan dalam hukum Adat Batak;



TATA USAHA NEGARA

1. Putusan MA RI No: 498 K/TUN/2007 tanggal 26 September 2008;

Bahwa sengketa dalam kasus ini pada dasarnya mengenai penerbitan Surat Direktur Jenderal aquo (objek gugatan) yang tidak memperhatikan dan tidak mempertimbangkan adanya 2 surat Pejabat Tata Usaha Negara yang sudah ada terlebih dahulu, yaitu 1. Surat Menteri Keuangan RI Nomor: S-195/MK.03.2003 tanggal 14 Mei 2003 dan 2. Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomr: 105/MENKO/11/2001 tanggal 26 Desember 2001. Bahwa dengan demikian, sengketa dalam kasus ini bukan mengenai persyaratan-persyaratan atau klausula-klausula dan isi suatu suatu perjanjian in casu Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara tanggal 12 Nopember 1985 (PKP2B) sehingga seolah-olah merupakan kasus perdata. 

Bahwa ditinjau dari segi Hukum Tata Usaha Negara, kalau kedua surat aquo benar-benar dipertimbangkan dan diperhatikan oleh Tergugat sebelum menerbitkan suratnya (objek gugatan ini) maka keputusannya akan berbunyi lain dan akan dapat menciptakan kepastian hukum bagi Penggugat selaku Warga Negara dan Pelaku PKP2B, sehingga tindakan Tergugat tidak akan dikwalifisir sebagai bersifat sewenang-wenang dan tidak melanggar Azas Kepastian Hukum, sebagai salah satu azas dalam Azas-azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).

Bahwa sengketa Tata Usaha Negara tersebut dalam kasus ini dapat muncul disebabkan karena tidak adanya/belum terdapatnya mekanisme aturan hukum yang baku, yaitu yang mengatur tentang tata cara atau mekanisme penggantian (Reimbursment) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh dan antara instansi-instansi pemerintah yang terkait, sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam Surat Menteri Keuangan dan Surat Menko Perekonomian aquo.

Bahwa dengan demikian dalam kasus ini, sesungguhnya harus ada proses pembuatan pengaturan yang terlebih dahulu diterbitkan oleh instansi-instansi pemerintah yang terkait duduk bersama mengaturnya, sebelum Tergugat sekarang dapat melakukan tindakan peringatan seperti yang tercantum dalam objek gugatan perkara ini. 

Bahwa demi kepastian hukum bagi para Pihak pelaku PKP2B aqu dan juga akan meningkatnya iklim investasi, maka instansi-instansi pihak Tergugat harus terlebih dahulu melakukan rangkaian tindakan yang menghasilkan aturan /mekanisme sebagaimana yang diamanatkan oleh Pemerintah dalam kedua surat Menkeu dan Kenko Perekonomian tersebut, yang sampai sekarang ternyata belum ada. Kemudian setelah itu ada, barulah Tergugat mempunyai dasar untuk menerbitkan keputusan seperti yang dituangkan surat yang menjadi objek gugatan sekarang apabila yang dituangkan dalam surat yang menjadi objek gugatan sekarang apabila ternyata Penggugat melanggarnya.
Karenanya jelas bahwa sengketa yang demikian tersebut dalam perkara ini antara Penggugat dan Tergugat merupakan sengketa Tata Usaha Negara, sebab berkaitan dengan tindakan atau proses penerbitan surat keputusan yang prematur dan mengandung cacat yuridis yang bersifat procedural;

2. Putusan MA RI No: 161 K/TUN/1996 tanggal 6 Maret 1998.

Surat Keputusan BUMN, PT Barata Indonesia, tentang Pemberhentian dengan tidak hormat atas seorang pegawainya, yang diterbitkan dan ditanda tangani oleh Direktur Utama yang lama yang menunggu berlangsungnya serah terima jabatan dengan penggantinya Direktur Utama yg baru (SK Menkeu No 387/KMK.016/1995 tgl 5 Agustus 1994), maka surat keputusan tersebut adalah Batal Demi Hukum, karena adanya ketentuan dalam Surat BPIS yang melarang Direktur Utama yang lama menandatangani surat-surat /hal-hal yang penting atas nama perusahaan ata hendaknya dilakukan oleh dua orang Direktur yang masih menjabat (tidak diganti).
Surat Keputusan (objek sengketa) adalah batal demi hukum, karena Direktur Utama yang lama akan diganti oleh Direktur Utama yang baru/tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menerbitkan dan menanda tangani surat-surat/hal-hal yang penting atas nama perusahaan. (Varia Peradilan, September 2000);



  

Sabtu, 12 Mei 2012

Magang Advokat

Kantor Pengacara "JUNAWAN OMPUSUNGGU, SH, MH & PARTNERS", (J&P Law Firm), adalah sebuah kantor layanan jasa di bidang hukum, yang meliputi layanan jasa bidang Litigasi dan Non-Litigasi. Kantor J&P Law Firm beralamat kantor di EastSquare Business Center Lantai 1 - Jati Rawamangun Rawamangun, Jakarta Timur (13220). Sangat mudah untuk menjangkaunya. Kami dekat dengan Pusat Bisnis di Rawamangun dan Arion Mall Rawamangun, Jakarta Timur.

Kantor Pengacara "JUNAWAN OMPUSUNGGU, SH, MH & PARTNERS" dalam operasionalnya memberikan jasa hukum dalam penanganan Kasus/Perkara: Pertanahan, Perbankan, Keluarga/Perceraian/Waris, Hak Kekayaan Intelektual (Cipta, Merek, Desain Industri, dll), Pidana (Umum, Korupsi), Tata Usaha Negara, Ketenagakerjaan/Perburuhan, Finance, Eksekusi, dan Jasa Penagihan;

Dalam perkembangannya, banyak Calon Advokat (telah mengikuti PKPA dan telah Lulus Ujian Profesi Advokat yang dilaksanakan oleh PERADI, namun belum mendapat tempat Magang Advokat sebagaimana amanat UU Advokat, Calon Advokat wajib Magang selama 2 tahun. Untuk itu, kami memberi kesempatan kepada Calon Advokat, yang telah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat, dan telah Lulus Ujian Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh PERADI, berusia maksimum 28 tahun, berdomisili di wilayah Pulo Gadung/Rawamangun, Cipinang, Duren Sawit, Kelapa Gading, Cempaka Putih, Pisangan, dan sekitarnya; Bersedia mengikuti bimbingan advokat senior, mengikuti jadwal sidang, mengikuti aturan J&P Law Office, dan memiliki motivasi untuk jadi Advokat (bukan asal magang);

Bagi yang berminat untuk mengikuti program magang advokat ini, kirimkan Permohonan dan CV (lengkap) melalui e-mail: 
junawanompu@gmail.com  


Hanya Permohonan dan CV (lengkap) saja yang akan dipertimbangan, ditambah memenuhi persyaratan tersebut diatas, yang akan diikutkan dalam program magang Kantor Pengacara "Junawan Ompusunggu, SH, MH & Partners". Permohonan dan CV yang telah dikirimkan, tidak akan dikembalikan;

Rabu, 11 April 2012

 P-21 dan seterusnya.

Masyarakat sering mendengar dan bahkan mengucapkan sudah P-21. Atau masih P-19, dan seterusnya. Namun kenapa muncul istilah P-21, sementara kalau di Mahkamah Agung ada lagi yang namanya P-1, P-2, P-3, dan seterusnya. Kalau dipembuktian Pengadilan ada lagi istilah P-1, P-2. P-3, dan seterusnya. Kode apa semuanya itu.

Sehubungan denga P-21 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bahwa adalah Keputusan Jaksa Agung RI No: 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No: 132/JA/11/1994 tentang Adminstrasi Perkara Tindak Pidana. Ternyata kode P-21 tersebut adalah kode formulir yang dipergunakan suatu proses penanganan perkara tindak pidana yang diangani oleh lingkungan Kejaksaan Agung RI.

Adapun secara lengkap kode-kode tersebut adalah sebagai berikut :
1. P-1   : Penerimaan Laporan.
2. P-2   : Surat Perintah Penyelidikan.
3. P-3   : Rencana Penyelidikan.
4. P-4   : Permintaan Keterangan.
5. P-5   : Laporan Hasil Penyelidikan.
6. P-6   : Laporan Terjadinya Tindak Pidana.
7. P-7   : Matrik Perkara Tindak Pidana.
8. P-8   : Surat perintah Penyidikan.
9. P-8A  : Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan.
10. P-9   : Surat Panggilan Saksi/Tersangka.
11. P-10   : Bantuan Keterangan Ahli.
12. P-11   : Bantuan pemanggilan Saksi/Ahli.
13. P-12   : Laporan Pengembangan Penyidikan.
14. P-13   : Usul Penghentian Penyidikan/Penuntutan.
15. P-14   : Surat Perintah Penghentian Penyidikan.
16. P-15   : Surat Perintah Penyerahan Berkas Perkara.
17. P-16   : Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana.
18. P-16A   : Surat Perintah Penunjukkan Jaksa penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana.
19. P-17   : Permintaan Perkembangan Hasil Penyidikan.
20. P-18   : Hasil Penyidikan Belum Lengkap.
21. P-19   : Pengembalian Berkas Perkara Untuk Dilengkapi.
22. P-20   : Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis.
23. P-21   : Pemberitahuan Bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap.
24. P-21A   : Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan  sudah Lengkap.
25. P-22   : Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti.
26. P-23   : Surat Susulan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti.
27. P-24   : Berita Acara Pendapat.
28. P-25   : Surat Perintah Melengkapi Berkas Perkara.
29. P-26   : Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP).
30. P-27   : Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penuntutan.
31. P-28   : Riwayat Perkara.
32. P-29   : Surat Dakwaan.
33. P-30   : Catatan Penuntut Umum.
34. P-31   : Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa (APB).
35. P-32   : Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Singkat (APS) untuk Mengadili.
36. P-33   : Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara APB/APS.
37. P-34   : Tanda Terima Barang Bukti.
38. P-35   : Laporan Pelimpahan  PerkaraPengamanan Persidangan.
39. P-36   : Permintaan Bantuan Pengawalan/Pengamanan Persidangan.
40. P-37   : Surat Panggilan Saksi/Ahli/Terdakwa/Terpidana.
41. P-38   : Bantuan Panggilan Saksi/Tersangka/Terdakwa.
42. P-39   : Laporan Hasil Persidangan.
43. P-40   : Perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap Penetapan Ketua PN/Penetapan Hakim.
44. P-41   : Rencana Tuntutan Pidana (Rentut).
45. P-42   : Surat Tuntutan.
46. P-43   : Laporan Tuntutan Pidana.
47. P-44   : Laporan Jaksa Penuntut Umum segera setelah Putusan.
48. P-45   : Laporan Putusan Pengadilan.
49. P-46   : Memori Banding.
50. P-47   : Memori Kasasi.
51. P-48   : Surat Perintah pelaksanaan Putusan Pengadilan.
52. P-49   : Surat ketetapan Gugurnya /Hapusnya Wewenang Mengeksekusi.
53. P-50   : Usul Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum.
54. P-51   : Pemberitahuan Pemidanaan Bersyarat.
55. P-52   : Pemberitahuan Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat.
56. P-53   : Kartu Perkara Tindak Pidana.

Demikianlah banaknya P tersebut, semoga tidak dihapal.

Salam,
Junawan Ompusunggu, SH, MH.
e-mail address: junawan.ompusunggu@gmail.com

Tersangka Belum Diperiksa sebagai Tersangka selama 1 tahun lebih.

Tersangka Tidak Ditemukan, buat daftar DPO atau .......

Klien kami (alamat Cikarang-Bekasi) sebagai Pelapor, pada tahun 2010, dengan Laporan Polisi No.Pol: LP/139/K/I/2010/SPK/Restro Bks Kab, dengan Terlapor "ABK". Locus Delicti ada di wilayah hukum Polresta Bekasi Kabupaten; Lokasinya disekitar Kawasan Industri MM 2100; Konon ceritanya, Terlapor "ABK" juga berprofesi sebagai Advokat, yang tahu aturan hukum, khususnya hukum acara pidana;

Ketika diperiksa sebagai saksi, Terlapor "ABK" masih hadir, termasuk temannya sebagai saksi; Namun, ketika Terlapor ditingkatkan statusnya dengan "jabatan" Tersangka, barulah Terlapor tidak kelihatan, konon kata penyidiknya bahwa alamat Terlapor alias Tersangka adalah alamat kantor, tidak ada alamat rumah (koq bisa yah); Sudah satu tahun lebih, Tersangka tidak diperiksa oleh Penyidik, dengan alasan alamat rumah Tersangka tidak diketahui, padahal alamat kantor pengacara termasuk rekan-rekannya ada disana; Penyidik dengan kewenangan yang ada padanya pasti dapatlah menangkap Tersangka, sebagai perbandingan terorist aja yang dihutan dapat diketahui, apalagi Terlapor/Tersangka ini adalah berprofesi pengacara, yang selalu muncul ke permukaan;

Kami selaku Penasehat Hukum dan Kuasa Hukum Pelapor dan korban sudah memberikan alamat yang diduga alamat rumah Tersangka, di daerah Gandaria, namun katanya tidak ada nomor rumah jadi tidak dapat diketemukan, padahal sudah kita kasih alamat RT dan RW nya, koq nggak ditanya pada ketua RT yah. Apakah benar penyidik sudah mendatangi alamat yang kami berikan? Kami tidak tahu, hanya Tuhan yang tau.

Laporan Polisi sudah 2 tahun lebih, Tersangka tidak pernah diperiksa sebagai Tersangka. Kami sudah beberapa kali menemui Tim Pemeriksa, alasannya kenapa tidak dapat diperiksa selalu dengan alasan alamat rumah Tersangka tidak ada. Lalu kami usulkan kepada KANIT nya agar Tersangka yang alamatnya tidak diketemukan tersebut serta teman atau rekan Tersangka tidak mau memberikan alamat rumah Tersangka, maka kami usulkan agar Tersangka "ABK" ditetapkan sebagai "DPO" (Daftar Pencarian Orang) agar kami dapat membantu "menangkap"kan Tersangka tersebut sebagai bantuan kepada Polisi yang kesulitan menghadirkan Tersangka;

Ketika kami ajukan usulan agar Tersangka ditetapkan sebagai masuk dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO, bapak KANIT tersebut setuju dan akan mengusulkan kepada pimpinan katanya: Kami tunggu apakah benar akan ditetapkan sebagai masuk DPO. 

Uniknya, Tersangka adalah seorang pengacara alias Advokat senior dan berpengalaman, tetapi kenapa tidak gentlemen untuk menghadapi penyidikan ya.

Aku sudah berjanji, aku akan menyelesaikan tugasku sebagai Kuasa Hukum dan Penasehat Hukum, untuk membawa Tersangka ini hingga ke depan Pengadilan. 

Tersangka ini sudah tidak koperatif, kami minta Penyidik agar langsung menahan Tersangka tersebut;

Buat rekan-rekan PERADI, aku minta tolong, untuk memberitahukan alamat dan keberadaan Tersangka "ABK" tersebut untuk kami ajukan ke depan Polisi dan Pengadilan. Lihatlah, akibat perbuatannya, klien kami menjadi sakit-sakitan selama 14 tahun terhitung sejak 1998 lalu surat tanah klien kami tidak jelas juntrungannya.

Bilamana rekan-rekan PERADI ada yang mengetahui keberadaan si ABK tersebut, selahkan hubungi kami di (021) 489 0803, atau di e-mail: junawan.ompusunggu@gmail.com

Kami sangat berterimakasih atas bantuan rekan-rekan sekalian.

Salam,
Junawan Ompusunggu, SH, MH.
e-mail address: junawan.ompusunggu@gmail.com