1. Putusan MA RI No: 2924 K/Pdt/1991 tangal 28 Maret 1991.
Lembaga Adat (Jawa) "Ngindung" (Lindung) dimana Pengindung juga memberikan sumbangan sejumlah uang kepada Pemilik Tanah untuk keperluan membayar pajak tanah, maka hubungan hukum antara Pemilik Tanah dengan Pengindung tersebut dapat diartikan sama dengan hubungan hukum "PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH". Akibat hukumnya pihak pemilik tanah tidak dapat mengusir keluar si Penyewa tanah (Pengindung) dari tanah tersebut.
Menurut hukum adat Jawa, hubungan hukum "Indung" atau Ngindung adalah: seorang pemilik tanah yang mengizinkan orang lain untuk ikut menumpang berdiam ditanahnya (Opwoner), dengan kewajiban moral si penumpang pekarangan itu memberikan bantuan dan sumbangan yang diperlukan oleh si pemilik tanah. Bilamana si pemilik tanah ingin mengakhiri hubungan hukum ini, maka ia secara moral berkewajiban untuk memberikan uang "TUKON TALI" (semacam uang pesangon) kepada si pengindung (penumpang tanah) tersebut. Kata lain adalah Magersari. (Ter Haar, Beginselen en stelsel van het Adat Recht). Ali Budiarto, SH, Kompilasi Abstrak Hukum, 154.
2. Putusan MA RI No: 1523.K/Sip/1982 tanggal 28 Februari 1983.
Dalam suatu gugatan perdata, maka KODAM (Komando Daerah Militer) secara Juridis adalah tidak berwenang untuk menjadi subjek atau partai dalam gugatan perdata tersebut. Mengenai masalah ini, yang berwenang untuk menjadi partai atau pihak adalah Negara RI yang diwakili oleh Menteri Departemen Pertahanan dan Keamanan RI (HANKAM).
Perjanjian yang dibuat oleh Para Pihak (dibawah tangan bukan akta notaris), yang berisikan para pihak saling mengikatkan diri, akan melakukan jual eli tanah sengketa, merupakan suatu perjanjian yang berlakunya seperti Undang-undang bagi para pihaknya. Karena itu bila salah satu pihak ingkar janji, maka pihak lainnya berhak untuk menuntut: 1. Pelaksanaan berlakunya perjanjian tersebut, atau 2. Pembatalan Perjanjian tersebut dengan menerima ganti rugi uang. (Vide pasal 1338 jo 1266 jo 1267 KUHPdt).
mengenai gugatan intervensi, hukum acaranya diatur dalam Rv. (Ali Budiarto, SH, Kompilasi abstrak Hukum, 15).
3. Putusan MA RI No 2217.K/Sip/1982 tanggal 31 Oktober 1983.
Dalam suatu Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali, bilamana pihak penjual dalam batas waktu yang telah diperjanjikan ternyata tidak membeli kembali tanah tersebut, maka beralihnya hak milik atas tanah yang bersangkutan dari tangan penjual kepada pembeli tanah, masih diperlukan adanya "perbuatan hukum" yang bermaksud untuk memindahkan Hak Milik Tanah tersebut yaitu berupa "Jual Beli Tanah" dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ex pasal 19 PP 10 tahun 1961 (Sekarang PP 24 tahun 1997). Selanjutnya, selama perbuatan hukum jual beli dihadapan PPAT tersebut masih belum dilakukan oleh Para Pihak, maka tanah tersebut tetap miliknya Penjual. IAli Budiarto, SH, Kompilasi Abstrak Hukum, 8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar